MAKALAH
AKUNTANSI INTERNASIONAL
AKUNTANSI PERUBAHAN HARGA (INFLASI)
Firda Septiani
23213493
4EB28
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan
ekonomi saat ini telah timbul berbagai macam adanya inflasi dalam perubahan
harga, Inflasi dapat didefinisikan sangat sederhana sebagai kenaikan tingkat
harga rata‐rata untuk barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Banyak dari kita
sangat menyadari fenomena ini. Inflasi merupakan fenomena dunia yang banyak
terjadi di negara berkembang, namun kecenderungan yang ada di negara maju
mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk memperbaiki penyimpanan dari convensional
historical cost accounting yang memasukkan unsur perubahan harga dan
inflasi pada pendapatan dan asset. Perubahan harga menimbulkan masalah bagi
akuntansi dalam hal penilaian, unit pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah
penilaian berkaitan dengan dasar yang harus digunakan untuk mengukur nilai pos
pada suatu saat. Masalah unit pengukur berkaitan dengan perubahan daya beli
akibat perubahan tingkat harga umum. Masalah pemertahanan capital berkaitan
dengan pengertian laba sebagai selisih dua kapital yang harus ditentukan jenisnya;
financial atau fisis.
Akuntansi bagi
perubahan harga secara khusus berhubungan erat dengan manajer-manajer perusahaan
multinasional karena tingkat inflasi bervariasi secara substansial antara suatu
negara dengan negara lainnya, sehingga meningkatkan kemungkinan dipengaruhinya pelaporan
hasil‐hasil operasi oleh efek‐efek distorstif dari inflasi. Pengaruh inflasi
terhadap posisi keuangan dan kinerja perusahaan dapat mengakibatkan tidak
efisiennya keputusan operasional yang dibuat oleh manajer yang tidak mengerti
pengaruh dari inflasi itu sendiri. Dalam kaitannya dengan posisi keuangan,
aktiva keuangan seperti nilai kas akan berkurang nilainya selama inflasi karena
menurunnya daya beli. Konsekuensi‐konsekuensi internasional dari inflasi global
sangat mengganggu. Karena inflasi telah mengikis standar kehidupan sekarang ini
yang memiliki penghasilan dan memperumit pengambilan keputusan bisnis secara
signifikan, terjadinya kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan‐tekanan
ekonomis tidak di ragukan lagi tidak menyebabkan pergolakan‐pergolakan politik
yang telah member warna pada politik global dalam kemajuan saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Perubahan
Harga
Akuntansi perubahan harga (accounting for price changes)
mengacu pada perlakuan
akuntansi terhadap perubahan atau selisih harga dan masalah
akuntansi dalam kondisi yang didalamnya harga‐harga berubah. Dalam merancang
akuntansi yang akan diterapkan dalam suatu lingkungan ekonomik tertentu, perlu
ditentukan struktur atau rerangka akuntansi pokok yang menghasilkan statemen
keuangan dasar.
Untuk memahami makna istilah perubahan harga (changing prices),
harus dibedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik,
yang keduanya masuk dalam istilah perubahan harga itu.
a. Perubahan harga umum
Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara ratarata harga
seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit
moneter memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian daya beli. Kenaikan harga
secara
keseluruhan disebut inflasi (inflation), sedangkan penurunan
harga disebut deflasi (deflation).
b. Perubahan harga spesifik
Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga
barang atau jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan
penawaran.
Definisi Inflasi
Inflasi yaitu suatu proses meningkatnya harga‐harga secara
umum dan terus‐menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi‐rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi
belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat
perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara
terus‐menerus dan saling pengaruhmemengaruhi. Istilah inflasi juga
digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, diantaranya :
·
Indeks
Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI)
·
Indeks
Biaya Hidup atau Cost‐of‐Living Index (COLI)
·
Indeks
Harga Produsen
·
Indeks
Harga Komoditas
·
Indeks
Harga Barang‐barang Modal
·
Deflator
PDB
Namun indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat
inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK yaitu nomor indeks yang
mengukur harga rata‐rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga
(household). IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu
negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun,
dan kontrak lainnya. Di Indonesia badan yang bertugas untuk menghitung Indeks
Harga Konsumen (IHK) adalah Badan Pusat Statistik (BPS). IHK merupakan harga
sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa
yang sama pada tahun dasar.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best
practice antara lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar
(IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang
terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar
berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
[Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat
Statistik www.bps.go.id]
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)
menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa
yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan
membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
Penggolongan Inflasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, ada
4 golongan :
1. Ringan, (kurang dari 10% per tahun)
2. Sedang, (antara 10% ‐ 30% per tahun)
3. Berat, (antara 30% ‐ 100% per tahun)
4. Hiper Inflasi (lebih dari 100% per
tahun)
Berdasarkan cakupan pengaruh
harganya, ada 2 golongan :
1. Closed Inflation, terjadinya inflasi
sebagai akibat dari kenaikan harga pada satu atau dua barang tertentu.
2. Open Inflation, terjadinya inflasi
sebagai akibat dari kenaikan harga besar‐besaran (secara umum).
Penyebab terjadinya Inflasi
Inflasi
dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan dan yang kedua adalah desakan
produksi dan/atau distribusi. Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran
negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua
lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal
ini dipegang oleh Pemerintah seperti fiskal, kebijakan pembangunan
infrastruktur, regulasi, dll.
1. Demand pull Inflation (Inflasi
tarikan permintaan) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan
dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap
barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor‐faktor
produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian
menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena
suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan
dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
2. Cost push Inflation (Inflasi desakan
biaya) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya
kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat
secara signifikan. Adanya ketidak‐lancaran aliran distribusi ini atau
berkurangnya produksi yang tersedia dari rata‐rata permintaan normal dapat
memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan‐penawaran.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya
masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam,
cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi
spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait
tersebut di pasaran.
Dampak terjadinya Inflasi
Inflasi
memiliki dampak positif dan dampak negatif‐ tergantung parah atau tidaknya
inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif
dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada
saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian
menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat
kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat
dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan
swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi
produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan
terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha
besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada
akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya.
Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila
tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan
bangkrut (biasanya terjadi pada Pengusaha kecil).
Bagi
orang yang meminjam uang dari bank (debitur) inflasi menguntungkan, karena pada
saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan
pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan
mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Secara
umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara,
mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat
spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit
neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat.
Cara mengatasi Inflasi
Usaha untuk mengatasi terjadinya
inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari
jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu
dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.
Berikut ini kebijakan yang diharapkan
dapat mengatasi inflasi:
1. Kebijakan Moneter, diantaranya :
·
politik
diskonto, dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan suku bunga
bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang.
·
operasi
pasar terbuka, mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual SBI
·
menaikan
cadangan kas, sehingga uang yang diedarkan oleh bank umum menjadi berkurang
·
kredit
selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan
cara memperketat pemberian kredit
·
politik
sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan
BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemtongan uang dari Rp. 1.000
menjadi Rp. 1
2. Kebijakan Fiskal, diantaranya :
·
menaikan
tarif pajak
·
mengatur
penerimaan dan pengeluaran pemerintah
·
mengadakan
pinjaman pemerintah
3. Kebijakan Non Moneter, diantaranya :
·
menaikan
hasil produksi, pemerintah memberikan subsidi kepada industri untuk lebih produktif
dan menghasilkan output yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun.
·
kebijakan
upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk tidak meminta kenaikan
upah disat sedang inflasi.
·
pengawasan
harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan harga maksimun bagi barang-barang
tertentu.
Sudut Pandang Internasional Terhadap Akuntansi Inflasi
Ø AMERIKA SERIKAT
Pada tahun 1979, FSAB mengeluarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(statement of financial accounting
standards‐SFAS) No. 33. Berjudul “pelaporan keuangan dan perubahan harga”,
pernyataan ini mengharuskan perusahaan‐perusahaan AS yang memiliki persediaan
dan aktiva tetap.
Banyak pengguna dan penyusun
informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS
No.33 mengemukakan bahwa :
·
Pengungkapan
ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
·
Biaya
untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
·
Pengungkapan
daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini.
Oleh karena itu, FASB memutuskan
untuk menyarankan, dan tidak mewajibkan, perusahaan pelaporan di AS untuk
mengungkapkan baik informasi daya beli tetap biaya historis maupun daya beli
tetap biaya kini. Pedoman yang diterbitkan oleh FASB (SFAS 89) bertujuan untuk
membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh perubahan harga terhadap laporan
keuangan, disamping sebagai cikal bakal standar akuntansi inflasi dimasa
mendatang.
Ø INGGRIS
Komite Standar Akuntansi Inggris
(Accounting Standard Commitee‐ASC) menerbitkan Pernyataan Standard Praktik
Akuntansi 16 (Statement Of Standard Accounting Practice‐SSAP 16).
Perbedaan SSAP 16 dengan SFAS 33
yaitu :
·
Apabila
standar AS mengharuskan akuntansi dolar konstan dan biaya kini, SSAP 16 mengadopsi
hanya metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
·
Apabila
penyesuaian inflasi AS berpusat pad laporan laba rugi, laporan biaya kini di Inggris
mewajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta pencatatan penjelasan.
Standar di Inggris memperbolehkan
tiga pilihan pelaporan :
·
Menyajikan
akun‐akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun‐akun pelengkap
biaya historis.
·
Menyajikan
akun‐akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap
biaya kini.
·
Menyediakan
akun‐akun biaya kini sebagai satu‐satunya akun yang dilengkapi dengan informasi
biaya historis yang memadai.
Ø BRASIL
Inflasi
sering dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia bisnis di
Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mengingat pengalamannya dengan
inflasi dimasa lalu, pendekatan yang dilakukan oleh brasil terhadap akuntansi
inflasi sangat informatif.
Akuntansi
inflasi yang direkomendasikan di Brasil hari ini mencerminkan 2 kelompok
pilihan pelaporan, Undang-Undang perusahaan Brasil dan Komisi Sekuritas dan
Bursa Brasil. Penyesuaian inflasi yang sesuai dengan undang-undang perusahaan
menyajikan ulang akun-akun aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham dengan
menggunakan indeks harga yang diakui oleh Pemerintah Federal untuk mengukur
devaluasi mata uang lokal. Aktiva permanen meliputi aktiva tetap, gedung,
investasi, beban tangguhan dan depresiasi terkait, serta akun-akun amortisasi
atau deplesi ( termasuk setiap provisi kerugiaan yang terkait ). Akun-akun ekuitas
pemegang saham terdiri dari modal, cadangan pendapatan, cadangan revaluasi,
laba ditahan, dan akun cadangan modal yang digunakan untuk mencatat penyesuaian
tingkat harga terhadap modal. Akun yang disebut terakhir berasal dari revaluasi
aset tetap kedalam biaya pengganti kininya, setelah dikurangi provisi penyusutan
teknis dan fisik. Penyesuaian inflasi terhadap aset permanen dan ekuitas
pemegang saham diterima bersih, dan kelebihannya diungkapkan secara terpisah
dalam laba kini sebagai laba atau rugi koreksi moneter.
Penyesuaian
tingkat harga terhadap ekuitas pemegang saham (BRL275) merupakan jumlah yang
mesti ditumbuhkan lewat investasi pemegang saham diawal tahun, guna mengatasi
inflasi. Penyesuaian asset permanen yang lebih sedikit dari penyesuaian ekuitas
menimbulkan rugi daya beli, yang tercermin dalam aset moneter bersih yang
diungkapkan oleh perusahaan yaitu modal kerja.
Prospek Perkembangan Akuntansi untuk
Perubahan Harga dan Inflasi
Signifikansi
keberadaan tingkat inflasi dan perubahan harga di beberapa negara mengesankan
bahwa kebutuhan dan penggunaan sistem akuntansi inflasi tampaknya menyisakan
sejumlah kontroversi dalam pendugaan masa depan. Meskipun akuntansi daya beli
umum telah digunakan di beberapa Negara Amerika Latin yang berinflasi tinggi,
tidak ada contoh standar akuntansi biaya sekarang atau regulasi di Inggris dan
Amerika Serikat pada tingkat nasional yang menyelamatkan kemusnahan penelitian
akuntansi inflasi pada tahun 1980-an. Namun beberapa perusahaan Eropa membuat
pengungkapan nilai sekarang secara sukarela. Kontroversi, hal ini masih
meliputi banyak aspek akuntansi nilai sekarang, khususnya dengan perubahan
perlengkapan dan pemeliharaan keuntungan dan kerugian pos–pos moneter. Masalah
lainnya termasuk penggunaan indeks, khususnya tambahan dari luar negeri dan
verifikasi nilai sekarang perusahaan industri yang mengalami perubahan
teknologi dengan cepat. Pemberian perhatian baru-baru ini pada akuntansi nilai
sekarang atau nilai wajar, diharapkan akan menjadi sejumlah percobaan masa
depan dengan berbagai jenis perubahan sistem akuntansi harga. Selain itu,
mungkin juga menjadi pertumbuhan apresiasi keadaan dimana pendekatan alternatif
mungkin atau tidak mungkin atau berguna dalam mengukurlaba dan asset. Kegunaan
dari harga jual atau harga keluar dalam konteks perubahan harga, terutama
dengan memperhatikan nilai properti atau investasi, juga akan diapresiasikan
dengan lebih baik. Selain itu, menjadi tanggung jawab untuk menggunakan sumber informasi
relevan lainnya seperti arus kas.
BAB III
KESIMPULAN
Inflasi merupakan fenomena dunia yang
banyak terjadi di negara berkembang, namun kecenderungan yang ada di negara
maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk memperbaiki penyimpangan dari convensional
historical cost accounting yang memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi
pada pendapatan dan asset. Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi
dalam hal penilaian, unit pengukur, dan pemertahanan kapital.
Konsekuensi‐konsekuensi internasional dari inflasi global sangat mengganggu.
Karena inflasi telah mengikis standar kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan
dan memperumit pengambilan keputusan bisnis secar signifikan, terjadinya kegelisahan
politik sosial yang luas, tekanan‐tekanan ekonomis tidak di ragukan lagi tidak menyebabkan
pergolakan‐pergolakan politik yang telah memberi warna pada politik global dalam
kemajuan saat ini. Pemerintah‐pemerintah di seluruh dunia telah mencoba
berbagai cara yang potensial untuk menanggulangi inflasi. Diantaranya adalah
kebijakan moneter dan fiskal yang restriktif, peraturan‐peraturan yang
ditujukan untuk mengendalikan upah dan harga‐harga, dan aktivitas‐aktivitas
pengaturan lainnya.
Sumber :
Choi, Frederick D.S and Gary K. Meek.
2010. International Accounting. Buku 1.Salemba
Empat. Jakarta.
http://isnanaina.blogspot.co.id/2014/11/akuntansiinternasional.html
http://aliakbar29.blogspot.co.id/2012/04/akuntansi-perubahan-harga.html