Swasembada
Pangan
Pengertian
Swasembada dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Pangan adalah bahan-bahan makanan yang didalamnya terdapat hasil terdapat hasil pertanian,perkebunan dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar.
Swasembada dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Pangan adalah bahan-bahan makanan yang didalamnya terdapat hasil terdapat hasil pertanian,perkebunan dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar.
Puncak
Swasembada Pangan Berkelanjutan
Arus globalisasi saat ini telah menghadapkan sistem pangan nasional pada persaingan pasar yang semakin ketat. Berbagai produk pangan impor dengan kualitas dan harga yang lebih baik, berpotensi menekan kemampuan produksi pangan nasional. Persaingan ini terkadang tidak adil bagi pelaku usaha nasional karena banyak negara pesaing yang memberikan proteksi dan subsidi dalam jumlah yang cukup besar kepada produk dan petaninya. Untuk memenangkan persaingan ini tentunya diperlukan kemampuan teknis dan manajemen dalam pengelolaan produksi serta mengangkat daya saing tinggi terhadap produk pangan nasional yang sebagian besar dihasilkan para petani di pedesaan.
Tantangan ke depan adalah kemampuan merancang kebijakan perdagangan yang dapat melindungi sistem produksi domestik, serta dapat menunjang peningkatan daya saing bagi produk pangan lokal tanpa menyebabkan distorsi yang berlebihan terhadap mekanisme pasar di dalam negeri. Telah cukup banyak berbagai pandangan dan analisis terkait ancaman membanjirnya produk impor pangan ke Indonesia, terutama menyoroti pilihan-pilihan atas kebijakan pemerintah dalam rangka mengurangi ketergantungan produk pangan impor serta meningkatkan produk pangan domestik. Berdasarkan data dari beritasatu.com, saat ini ketergantungan Indonesia atas produk pangan impor, antara lain sebesar 100% untuk impor gandum, 60% untuk kedelai, 70% susu, 54% kebutuhan gula, dan sekitar 30% kebutuhan daging sapi dalam rangka mencukupi permintaan dalam negeri, dimana produk pangan tersebut sebagian besar dikirim dari negara-negara penghasil terbesar di dunia. Berdasarkan persentase, khusus untuk kebutuhan impor jagung dan beras tidak terlalu besar, yakni hanya 11% (2 juta ton impor) dari 18 juta ton produksi jagung nasional serta sebesar 5% (2 juta ton impor) dari 39 juta ton produksi beras nasional.
Hal yang lebih krusial bagi ekonomi pangan nasional adalah kinerja produksi pangan domestik perkembangannya masih belum optimal. Apalagi pemerintah akan mencapai target besar menuju swasembada pada tahun 2014 untuk 5 (lima) komoditas pangan strategis, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi.
Arus globalisasi saat ini telah menghadapkan sistem pangan nasional pada persaingan pasar yang semakin ketat. Berbagai produk pangan impor dengan kualitas dan harga yang lebih baik, berpotensi menekan kemampuan produksi pangan nasional. Persaingan ini terkadang tidak adil bagi pelaku usaha nasional karena banyak negara pesaing yang memberikan proteksi dan subsidi dalam jumlah yang cukup besar kepada produk dan petaninya. Untuk memenangkan persaingan ini tentunya diperlukan kemampuan teknis dan manajemen dalam pengelolaan produksi serta mengangkat daya saing tinggi terhadap produk pangan nasional yang sebagian besar dihasilkan para petani di pedesaan.
Tantangan ke depan adalah kemampuan merancang kebijakan perdagangan yang dapat melindungi sistem produksi domestik, serta dapat menunjang peningkatan daya saing bagi produk pangan lokal tanpa menyebabkan distorsi yang berlebihan terhadap mekanisme pasar di dalam negeri. Telah cukup banyak berbagai pandangan dan analisis terkait ancaman membanjirnya produk impor pangan ke Indonesia, terutama menyoroti pilihan-pilihan atas kebijakan pemerintah dalam rangka mengurangi ketergantungan produk pangan impor serta meningkatkan produk pangan domestik. Berdasarkan data dari beritasatu.com, saat ini ketergantungan Indonesia atas produk pangan impor, antara lain sebesar 100% untuk impor gandum, 60% untuk kedelai, 70% susu, 54% kebutuhan gula, dan sekitar 30% kebutuhan daging sapi dalam rangka mencukupi permintaan dalam negeri, dimana produk pangan tersebut sebagian besar dikirim dari negara-negara penghasil terbesar di dunia. Berdasarkan persentase, khusus untuk kebutuhan impor jagung dan beras tidak terlalu besar, yakni hanya 11% (2 juta ton impor) dari 18 juta ton produksi jagung nasional serta sebesar 5% (2 juta ton impor) dari 39 juta ton produksi beras nasional.
Hal yang lebih krusial bagi ekonomi pangan nasional adalah kinerja produksi pangan domestik perkembangannya masih belum optimal. Apalagi pemerintah akan mencapai target besar menuju swasembada pada tahun 2014 untuk 5 (lima) komoditas pangan strategis, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi.
Produk Beras
Berdasarkan publikasi terakhir bps.go.id soal angka ramalan produksi
pada Juli 2012, target swasembada beras mungkin relatif paling aman walaupun
untuk memenuhi surplus sampai 10 juta ton tahun 2014 perlu kerja keras dan
komitmen yang tinggi dari seluruh pemimpin/stakeholder yang terkait di bidang
perberasan guna mewujudkan harapan tersebut dari waktu tersisa selama 2 tahun
ke depan. Hambatan sedikit sulit, untuk menghentikan kegiatan laju konversi
lahan sawah subur menjadi kegunaan lain, diantaranya alih fungsi lahan
produktif menjadi lahan perumahan dan industri. Juga kesukaran dalam mengejar
perbaikan sebesar 50% atas sistem infrastruktur irigasi yang telah rusak dan adapula
beberapa saluran irigasi diberbagai daerah sentra produksi beras keadaannya
rusak cukup berat.
Produk Jagung
Untuk target swasembada jagung mungkin masih dapat tercapai
asalkan semua kebijakan terkait pemberian insentif peningkatan produksi dan
produktivitas benar-benar dilaksanakan secara baik dan konsisten, di mulai dari
ketersediaan benih unggul (hibrida), penyediaan pupuk yang tepat waktu, hingga
kegiatan penanganan yang terpadu hama penyakit tanaman serta berpihaknya sistem
usaha tani kepada Petani jagung dibarengi upaya penguatan kelembagaan pemasaran
dan penanganan produksi pascapanen yang umumnya berhubungan dengan industri
pakan ternak.
Produk Gula Pasir
Target swasembada gula sebesar 4,2 juta ton diharapkan akan
tercapai tahun 2014, meskipun masih terdapat berbagai persoalan di kelembagaan
yang melingkupinya mulai dari tingkat usaha tani di hulu, perdagangan dan
distribusi di tengah, sampai struktur pasar dan mekanisme pemasaran yang rumit
(kompas.com,
9 Juli 2014).
Produk Kedelai
Sedangkan, target swasembada kedelai sebesar 2,5 juta ton tahun
2014, tentunya diharapkan akan dapat tercapai, meskipun fenomena atas produksi
dan kebutuhan yang sangat besar celah distorsinya, ditambah meningkatnya harga
kedelai dunia terutama selama 4 tahun terakhir. Areal panen kedelai nasional
menurun drastis sampai 6% per tahun dan kini hanya tinggal sekitar 567.000
hektar. Sekedar perbandingan, lahan kedelai pernah seluas 1,4 juta hektar dan
produksi kedelai pernah mencapai 1,8 juta ton awal tahun 1990-an. Pemerintah,
melalui Kementerian Pertanian, harus mulai memikirkan upaya meningkatkan
produktivitas hingga swasembada kedelai di dalam negeri, mengingat komoditas
tersebut sangat terkait dengan hajat hidup rakyat kebanyakan. Hal itu juga
mengingat kedelai adalah sumber gizi protein yang murah. Selain itu,
Kementerian Pertanian perlu memikirkan dan memasyarakatkan komoditas
biji-bijian lain yang bisa menjadi substitusi dari kedelai dalam proses
produksi tahu dan tempe. Ini penting menjadi alternatif solusi peningkatan
jumlah produksi kedelai menunju swasembada di tahun 2014.
Produksi Daging Sapi
Impor daging Indonesia saat ini, sebesar 30% yang didatangkan dari
Australia dan Selandia Baru. Jumlah impor itu harus terus berkurang hingga
tersisa 10% dan 90% bisa dipenuhi dari daging lokal. Keadaan sebenarnya,
Kebijakan pemerintah bagi pembatasan impor sapi, sudah diberlakukan sejak 2010
lalu. Dengan harapan, pada 2014 mendatang, Indonesia hanya mengimpor 85.000
ekor sapi dari saat ini yang mencapai 260.000 ekor sapi atau setara 460.000 ton
daging sapi. Data sensus menunjukan, total jumlah sapi di Indonesia saat ini
sekitar 16 juta ekor. Keseriusan pemerintah, terlihat dengan mendorong empat
gubernur wilayah Indonesia yang merupakan sentra daging sapi di Indonesia yakni
Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua Barat untuk potensi
pertenakan sapi guna menargetkan Indonesia agar mampu swasembada daging pada
2014.
Percepatan Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan
Pemerintah dalam Program Prioritas Pembangunan di Bidang
Pertanian, telah menargetkan pada tahun 2014 untuk mencapai swasembada pangan
berkelanjutan, mengharapkan jumlah target produksi padi sebesar 75,70 juta ton,
untuk produksi jagung sebesar 29 juta ton, kedelai sebesar 2,7 juta ton serta
produksi gula sebesar 4,81 juta ton sedangkan untuk daging sapi sebesar 0,55
juta ton.
Penekanan ini tidaklah berlebihan jika dilihat dari
fakta yang ada. Setiap kebijakan tanpa ada dukungan dari pemerintah daerah tak
akan bisa berjalan. Apalagi, masing-masing daerah, memiliki potensi besar
untuk mengembangkan komoditas pangan strategis. Selain itu peran
pemerintah daerah sangat vital dalam menyukseskan rencana swasembada dan
swasembada berkelanjutan. Pada sisi lain kepastian penambahan lahan untuk
produksi menjadi syarat utama yang harus segera direalisasikan dalam waktu yang
singkat. Mengacu pada faktor-faktor penentu keberhasilan produksi, faktor
ketersediaan lahan menempati proporsi terbesar. Sekurangnya 40% keberhasilan
target produksi ditentukan oleh faktor lahan. Karenanya pemerintah perlu secara
tegas menentukan dan memperluas lahan produksi tidak hanya berpusat pada lahan
sawah. Agar program ini dapat berjalan, diperlukan dukungan sarana
infrastruktur dan kebijakan lainnya dalam rangka mendukung program tersebut.
Kesimpulan
Jadi swasembada pangan di Negara Indonesia belum mencukupi atau
memenuhi kebutuhan di Negara Indonesia sendiri karena Negara Indonesia masih
bergantung pada import pangan dari Negara lain. Hambatan yang terjadi adalah kegiatan
laju konversi lahan sawah subur menjadi kegunaan lain, diantaranya alih fungsi
lahan produktif menjadi lahan perumahan dan industri. Karena 40% kebarhasilan
produksi ditentukan oleh faktor lahan. Dan diperlukan dukungan sarana
infrastruktur dan kebijakan lainnya dalam rangka mendukung program tersebut
berjalan dengan baik.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar