Sabtu, 13 Mei 2017

AKUNTANSI PERUBAHAN HARGA (INFLASI)

MAKALAH
AKUNTANSI INTERNASIONAL
AKUNTANSI PERUBAHAN HARGA (INFLASI)
gundar-logo1.png
Firda Septiani
23213493
4EB28

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
      Dalam perkembangan ekonomi saat ini telah timbul berbagai macam adanya inflasi dalam perubahan harga, Inflasi dapat didefinisikan sangat sederhana sebagai kenaikan tingkat harga rata‐rata untuk barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Banyak dari kita sangat menyadari fenomena ini. Inflasi merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang, namun kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk memperbaiki penyimpanan dari convensional historical cost accounting yang memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada pendapatan dan asset. Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi dalam hal penilaian, unit pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah penilaian berkaitan dengan dasar yang harus digunakan untuk mengukur nilai pos pada suatu saat. Masalah unit pengukur berkaitan dengan perubahan daya beli akibat perubahan tingkat harga umum. Masalah pemertahanan capital berkaitan dengan pengertian laba sebagai selisih dua kapital yang harus ditentukan jenisnya; financial atau fisis.
      Akuntansi bagi perubahan harga secara khusus berhubungan erat dengan manajer-manajer perusahaan multinasional karena tingkat inflasi bervariasi secara substansial antara suatu negara dengan negara lainnya, sehingga meningkatkan kemungkinan dipengaruhinya pelaporan hasil‐hasil operasi oleh efek‐efek distorstif dari inflasi. Pengaruh inflasi terhadap posisi keuangan dan kinerja perusahaan dapat mengakibatkan tidak efisiennya keputusan operasional yang dibuat oleh manajer yang tidak mengerti pengaruh dari inflasi itu sendiri. Dalam kaitannya dengan posisi keuangan, aktiva keuangan seperti nilai kas akan berkurang nilainya selama inflasi karena menurunnya daya beli. Konsekuensi‐konsekuensi internasional dari inflasi global sangat mengganggu. Karena inflasi telah mengikis standar kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan dan memperumit pengambilan keputusan bisnis secara signifikan, terjadinya kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan‐tekanan ekonomis tidak di ragukan lagi tidak menyebabkan pergolakan‐pergolakan politik yang telah member warna pada politik global dalam kemajuan saat ini.

BAB II
PEMBAHASAN

Definisi Perubahan Harga
Akuntansi perubahan harga (accounting for price changes) mengacu pada perlakuan
akuntansi terhadap perubahan atau selisih harga dan masalah akuntansi dalam kondisi yang didalamnya harga‐harga berubah. Dalam merancang akuntansi yang akan diterapkan dalam suatu lingkungan ekonomik tertentu, perlu ditentukan struktur atau rerangka akuntansi pokok yang menghasilkan statemen keuangan dasar.
Untuk memahami makna istilah perubahan harga (changing prices), harus dibedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik, yang keduanya masuk dalam istilah perubahan harga itu.
a. Perubahan harga umum
Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara ratarata harga seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit moneter memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian daya beli. Kenaikan harga secara
keseluruhan disebut inflasi (inflation), sedangkan penurunan harga disebut deflasi (deflation).
b. Perubahan harga spesifik
Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga barang atau jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran.

Definisi Inflasi
Inflasi yaitu suatu proses meningkatnya harga‐harga secara umum dan terus‐menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi‐rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus‐menerus dan saling pengaruhmemengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang  kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, diantaranya :
·         Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI)
·         Indeks Biaya Hidup atau Cost‐of‐Living Index (COLI)
·         Indeks Harga Produsen
·         Indeks Harga Komoditas
·         Indeks Harga Barang‐barang Modal
·         Deflator PDB
Namun indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK yaitu nomor indeks yang mengukur harga rata‐rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya. Di Indonesia badan yang bertugas untuk menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Badan Pusat Statistik (BPS). IHK merupakan harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:
1.      Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas. [Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat Statistik www.bps.go.id]
2.      Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Penggolongan Inflasi
Berdasarkan tingkat keparahannya, ada 4 golongan :
1.      Ringan, (kurang dari 10% per tahun)
2.      Sedang, (antara 10% ‐ 30% per tahun)
3.      Berat, (antara 30% ‐ 100% per tahun)
4.      Hiper Inflasi (lebih dari 100% per tahun)
Berdasarkan cakupan pengaruh harganya, ada 2 golongan :
1.      Closed Inflation, terjadinya inflasi sebagai akibat dari kenaikan harga pada satu atau dua barang tertentu.
2.      Open Inflation, terjadinya inflasi sebagai akibat dari kenaikan harga besar‐besaran (secara umum).

Penyebab terjadinya Inflasi
      Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan dan yang kedua adalah desakan produksi dan/atau distribusi. Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah seperti fiskal, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
1.      Demand pull Inflation (Inflasi tarikan permintaan) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor‐faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan.
2.      Cost push Inflation (Inflasi desakan biaya) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak‐lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata‐rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan‐penawaran. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran.

Dampak terjadinya Inflasi
      Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif‐ tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
      Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada Pengusaha kecil).
      Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur) inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
      Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Cara mengatasi Inflasi
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.
Berikut ini kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi inflasi:
1.      Kebijakan Moneter, diantaranya :
·         politik diskonto, dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikan suku bunga bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang.
·         operasi pasar terbuka, mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual SBI
·         menaikan cadangan kas, sehingga uang yang diedarkan oleh bank umum menjadi berkurang
·         kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit
·         politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemtongan uang dari Rp. 1.000 menjadi Rp. 1
2.      Kebijakan Fiskal, diantaranya :
·         menaikan tarif pajak
·         mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah
·         mengadakan pinjaman pemerintah
3.      Kebijakan Non Moneter, diantaranya :
·         menaikan hasil produksi, pemerintah memberikan subsidi kepada industri untuk lebih produktif dan menghasilkan output yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun.
·         kebijakan upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk tidak meminta kenaikan upah disat sedang inflasi.
·         pengawasan harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan harga maksimun bagi barang-barang tertentu.

Sudut Pandang Internasional Terhadap Akuntansi Inflasi
Ø  AMERIKA SERIKAT
Pada tahun 1979, FSAB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(statement of financial accounting standards‐SFAS) No. 33. Berjudul “pelaporan keuangan dan perubahan harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan‐perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap.
Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS
No.33 mengemukakan bahwa :
·         Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
·         Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
·         Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila
dibandingkan data biaya kini.
Oleh karena itu, FASB memutuskan untuk menyarankan, dan tidak mewajibkan, perusahaan pelaporan di AS untuk mengungkapkan baik informasi daya beli tetap biaya historis maupun daya beli tetap biaya kini. Pedoman yang diterbitkan oleh FASB (SFAS 89) bertujuan untuk membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh perubahan harga terhadap laporan keuangan, disamping sebagai cikal bakal standar akuntansi inflasi dimasa mendatang.

Ø  INGGRIS
Komite Standar Akuntansi Inggris (Accounting Standard Commitee‐ASC) menerbitkan Pernyataan Standard Praktik Akuntansi 16 (Statement Of Standard Accounting Practice‐SSAP 16).
Perbedaan SSAP 16 dengan SFAS 33 yaitu :
·         Apabila standar AS mengharuskan akuntansi dolar konstan dan biaya kini, SSAP 16 mengadopsi hanya metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
·         Apabila penyesuaian inflasi AS berpusat pad laporan laba rugi, laporan biaya kini di Inggris mewajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta pencatatan penjelasan.

Standar di Inggris memperbolehkan tiga pilihan pelaporan :
·         Menyajikan akun‐akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun‐akun pelengkap biaya historis.
·         Menyajikan akun‐akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini.
·         Menyediakan akun‐akun biaya kini sebagai satu‐satunya akun yang dilengkapi dengan informasi biaya historis yang memadai.

Ø  BRASIL
      Inflasi sering dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia bisnis di Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mengingat pengalamannya dengan inflasi dimasa lalu, pendekatan yang dilakukan oleh brasil terhadap akuntansi inflasi sangat informatif.
      Akuntansi inflasi yang direkomendasikan di Brasil hari ini mencerminkan 2 kelompok pilihan pelaporan, Undang-Undang perusahaan Brasil dan Komisi Sekuritas dan Bursa Brasil. Penyesuaian inflasi yang sesuai dengan undang-undang perusahaan menyajikan ulang akun-akun aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang diakui oleh Pemerintah Federal untuk mengukur devaluasi mata uang lokal. Aktiva permanen meliputi aktiva tetap, gedung, investasi, beban tangguhan dan depresiasi terkait, serta akun-akun amortisasi atau deplesi ( termasuk setiap provisi kerugiaan yang terkait ). Akun-akun ekuitas pemegang saham terdiri dari modal, cadangan pendapatan, cadangan revaluasi, laba ditahan, dan akun cadangan modal yang digunakan untuk mencatat penyesuaian tingkat harga terhadap modal. Akun yang disebut terakhir berasal dari revaluasi aset tetap kedalam biaya pengganti kininya, setelah dikurangi provisi penyusutan teknis dan fisik. Penyesuaian inflasi terhadap aset permanen dan ekuitas pemegang saham diterima bersih, dan kelebihannya diungkapkan secara terpisah dalam laba kini sebagai laba atau rugi koreksi moneter.
      Penyesuaian tingkat harga terhadap ekuitas pemegang saham (BRL275) merupakan jumlah yang mesti ditumbuhkan lewat investasi pemegang saham diawal tahun, guna mengatasi inflasi. Penyesuaian asset permanen yang lebih sedikit dari penyesuaian ekuitas menimbulkan rugi daya beli, yang tercermin dalam aset moneter bersih yang diungkapkan oleh perusahaan yaitu modal kerja.

Prospek Perkembangan Akuntansi untuk Perubahan Harga dan Inflasi
Signifikansi keberadaan tingkat inflasi dan perubahan harga di beberapa negara mengesankan bahwa kebutuhan dan penggunaan sistem akuntansi inflasi tampaknya menyisakan sejumlah kontroversi dalam pendugaan masa depan. Meskipun akuntansi daya beli umum telah digunakan di beberapa Negara Amerika Latin yang berinflasi tinggi, tidak ada contoh standar akuntansi biaya sekarang atau regulasi di Inggris dan Amerika Serikat pada tingkat nasional yang menyelamatkan kemusnahan penelitian akuntansi inflasi pada tahun 1980-an. Namun beberapa perusahaan Eropa membuat pengungkapan nilai sekarang secara sukarela. Kontroversi, hal ini masih meliputi banyak aspek akuntansi nilai sekarang, khususnya dengan perubahan perlengkapan dan pemeliharaan keuntungan dan kerugian pos–pos moneter. Masalah lainnya termasuk penggunaan indeks, khususnya tambahan dari luar negeri dan verifikasi nilai sekarang perusahaan industri yang mengalami perubahan teknologi dengan cepat. Pemberian perhatian baru-baru ini pada akuntansi nilai sekarang atau nilai wajar, diharapkan akan menjadi sejumlah percobaan masa depan dengan berbagai jenis perubahan sistem akuntansi harga. Selain itu, mungkin juga menjadi pertumbuhan apresiasi keadaan dimana pendekatan alternatif mungkin atau tidak mungkin atau berguna dalam mengukurlaba dan asset. Kegunaan dari harga jual atau harga keluar dalam konteks perubahan harga, terutama dengan memperhatikan nilai properti atau investasi, juga akan diapresiasikan dengan lebih baik. Selain itu, menjadi tanggung jawab untuk menggunakan sumber informasi relevan lainnya seperti arus kas.

BAB III
KESIMPULAN
Inflasi merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang, namun kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk memperbaiki penyimpangan dari convensional historical cost accounting yang memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada pendapatan dan asset. Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi dalam hal penilaian, unit pengukur, dan pemertahanan kapital. Konsekuensi‐konsekuensi internasional dari inflasi global sangat mengganggu. Karena inflasi telah mengikis standar kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan dan memperumit pengambilan keputusan bisnis secar signifikan, terjadinya kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan‐tekanan ekonomis tidak di ragukan lagi tidak menyebabkan pergolakan‐pergolakan politik yang telah memberi warna pada politik global dalam kemajuan saat ini. Pemerintah‐pemerintah di seluruh dunia telah mencoba berbagai cara yang potensial untuk menanggulangi inflasi. Diantaranya adalah kebijakan moneter dan fiskal yang restriktif, peraturan‐peraturan yang ditujukan untuk mengendalikan upah dan harga‐harga, dan aktivitas‐aktivitas pengaturan lainnya.

Sumber :
Choi, Frederick D.S and Gary K. Meek. 2010. International Accounting. Buku 1.Salemba
Empat. Jakarta.
http://isnanaina.blogspot.co.id/2014/11/akuntansiinternasional.html
http://aliakbar29.blogspot.co.id/2012/04/akuntansi-perubahan-harga.html

Diberdayakan oleh Blogger.
 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog. Copyrights 2011.