EYD
dan TANDA BACA
I. Pengertian
Ejaan
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan.
Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni :
ü aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.
ü aspek morfologi yang menyangkut penggambaransatuan-satuan morfemis.
ü aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan.
Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni :
ü aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.
ü aspek morfologi yang menyangkut penggambaransatuan-satuan morfemis.
ü aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).
Adapun
menurut KBBI (1993:250) ejaan ialah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi
(kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa
ejaan adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan
huruf, kata, dan tanda baca.
II. Tahapan-Tahapan
Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan-ejaan untuk bahasa Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :
A. Ejaan van Ophuysen
Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Ejaan-ejaan untuk bahasa Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut :
A. Ejaan van Ophuysen
Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Ejaan
ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen
yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial
pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1) Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti
dalam Soerabaïa.
2) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
1) Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti
dalam Soerabaïa.
2) Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
B. Ejaan
Suwandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
C. Ejaan
Melindo (Melayu – Indonesia)
Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.
Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.
D. Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD)
Karena laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu disempurnakan. Sebab itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan. Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut :
a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c. Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38)
Adapun hal-hal yang diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:
• Pemakaian huruf
• Penulisan huruf
• Penulisan kata
• Pungtuasi (tanda baca)
Karena laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu disempurnakan. Sebab itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan. Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut :
a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c. Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38)
Adapun hal-hal yang diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:
• Pemakaian huruf
• Penulisan huruf
• Penulisan kata
• Pungtuasi (tanda baca)
I. PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya. Huruf A-Z
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya. Huruf A-Z
B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokl, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.Misalnya: ba-pak, ba-rang, ke-nyang
c. Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua hufur konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.Misalnya: man-di, som-bong
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.Misalnya: in-strumen, in-fra
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
E. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
F. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokl, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.Misalnya: ba-pak, ba-rang, ke-nyang
c. Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua hufur konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.Misalnya: man-di, som-bong
d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.Misalnya: in-strumen, in-fra
2.
Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan
bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya,
dapat dipenggal pada pergantian baris.
II. PEMAKAIAN Huruf Kapital dan Huruf Miring (cetak miring)
A. Pemakaian Huruf Kapital
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Misalnya: Kemana dia pergi?
Rumah itu hancur diterjang banjir.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada petikan/kutipan langsung.
Misalnya: ”Apa yang kamu bawa?” tanya Ayah.
Eni berkata, ”Beristirahatlah dulu di sini!”
3. Huruf kapital ditempatkan sebagai huruf pertama pada ungkapan yang berhubungan dengan nama tuhan dan kitab suci.
Misalnya: Allah Islam
Yang Mahakuasa Kristen
Yang Maha Esa Weda
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada gelar (kehormatan, keturunan, dan keagamaan) dan nama jabatan serta pangkat yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Agus Salim Presiden Soekarno
Sultan Ageng Tirtayasa Profesor Yoyo Mulyana
Nabi Muhammad Gubernur Joko Widodo
Jenderal Timur Pradopo Laksamana Husein
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Misalnya: Kemana dia pergi?
Rumah itu hancur diterjang banjir.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada petikan/kutipan langsung.
Misalnya: ”Apa yang kamu bawa?” tanya Ayah.
Eni berkata, ”Beristirahatlah dulu di sini!”
3. Huruf kapital ditempatkan sebagai huruf pertama pada ungkapan yang berhubungan dengan nama tuhan dan kitab suci.
Misalnya: Allah Islam
Yang Mahakuasa Kristen
Yang Maha Esa Weda
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada gelar (kehormatan, keturunan, dan keagamaan) dan nama jabatan serta pangkat yang diikuti nama orang.
Misalnya: Haji Agus Salim Presiden Soekarno
Sultan Ageng Tirtayasa Profesor Yoyo Mulyana
Nabi Muhammad Gubernur Joko Widodo
Jenderal Timur Pradopo Laksamana Husein
Huruf kapital tidak digunakan pada gelar (kehormatan, keturunan,
dan keagamaan) dan nama jabatan serta pangkat yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya: Tahun ini dia akan pergi haji
Dia anak seorang jenderal
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang .
Misalnya: Wage Rudolf Supratman
Taufik Ismail
Susilo Bambang Yudhoyono
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bahasa, semua unsur nama negara, dan lembaga pemerintahan serta nama dokumen resmi.
Misalnya: bangsa Melayu Republik Indonesia
suku Batak Majelis Permusyawaratan Rakyat
bahasa Sunda Keputusan Presiden Republik Indonesia ...
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada nama hari, bulan, tahun, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: bulan Januari hari Natal
bulan Muharam tahun Hijriah
hari Jumat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
hari raya Idul Fitri Perang Uhud
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya: Asia Tenggara Jakarta
Serang Terusan Suez
Gunung Semeru Danau Toba
Misalnya: Tahun ini dia akan pergi haji
Dia anak seorang jenderal
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang .
Misalnya: Wage Rudolf Supratman
Taufik Ismail
Susilo Bambang Yudhoyono
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bahasa, semua unsur nama negara, dan lembaga pemerintahan serta nama dokumen resmi.
Misalnya: bangsa Melayu Republik Indonesia
suku Batak Majelis Permusyawaratan Rakyat
bahasa Sunda Keputusan Presiden Republik Indonesia ...
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada nama hari, bulan, tahun, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: bulan Januari hari Natal
bulan Muharam tahun Hijriah
hari Jumat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
hari raya Idul Fitri Perang Uhud
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya: Asia Tenggara Jakarta
Serang Terusan Suez
Gunung Semeru Danau Toba
B. Pemakaian Huruf Miring
1. Huruf miring/cetak miring dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya: Pendapatnya dituliskan dalam surat kabar Kompas hari Minggu kemarin. buku Negarakertaagama karangan parapanca
2. Huruf miring/cetak miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan kata, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya: Buatlah dua buah aktif kalimat dengan kata memakai!
Cara meramu obat ini tidak sembarangan karena butuh ketelitian dan kesabaran.
3. Huruf miring/cetak miring dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Misalnya: Nama ilmiah buah manggis adalah Gracinia Mangostana.
1. Huruf miring/cetak miring dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya: Pendapatnya dituliskan dalam surat kabar Kompas hari Minggu kemarin. buku Negarakertaagama karangan parapanca
2. Huruf miring/cetak miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan kata, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya: Buatlah dua buah aktif kalimat dengan kata memakai!
Cara meramu obat ini tidak sembarangan karena butuh ketelitian dan kesabaran.
3. Huruf miring/cetak miring dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Misalnya: Nama ilmiah buah manggis adalah Gracinia Mangostana.
III. PENULISAN
KATA
A. Kata
Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
· Buku itu sangat menarik.
· Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
· Buku itu sangat menarik.
· Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
B. Kata
Turunan
1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: Berjalan, Dipermainkan, gemetar.
2) Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: mem-PHK-kan, di-upgrade.
3) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi.
4) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: Dilipatgandakan, menggarisbawahi.
5) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, ekstrakurikuler, pramuniaga.
1) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: Berjalan, Dipermainkan, gemetar.
2) Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: mem-PHK-kan, di-upgrade.
3) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan, garis bawahi.
4) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: Dilipatgandakan, menggarisbawahi.
5) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, ekstrakurikuler, pramuniaga.
Catatan:
a. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu. Misalnya: non-Indonesia.
b. Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf kapital. Misalnya: Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
c. Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai. Misalnya: Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
d. Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
e. Kata ‘tak’ sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.
a. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu. Misalnya: non-Indonesia.
b. Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf kapital. Misalnya: Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
c. Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai. Misalnya: Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
d. Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
e. Kata ‘tak’ sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.
C. Bentuk
Ulang
1) Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya: anak-anak, mata-mata.
Catatan:
a. Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja. Misalnya: surat kabar → surat-surat kabar
b. Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda. Misalnya: orang besar → orang-orang besar
1) Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya: anak-anak, mata-mata.
Catatan:
a. Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja. Misalnya: surat kabar → surat-surat kabar
b. Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda. Misalnya: orang besar → orang-orang besar
2) Awalan
dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang. Misalnya: kekanak-kanakan.
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah. Misalnya: Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah. Misalnya: Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
D. Gabungan
Kata
1) Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya: kambing hitam, orang tua.
2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: ibu-bapak kami, ibu bapak-kami.
3) Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai. Misalnya: alhamdulillah, halalbihalal, saputangan.
1) Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya: kambing hitam, orang tua.
2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: ibu-bapak kami, ibu bapak-kami.
3) Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai. Misalnya: alhamdulillah, halalbihalal, saputangan.
E. Suku
Kata
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: bu-ah.
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal. Misalnya: pan-dai.
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Misalnya: mu-sya-wa-rah.
d. Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Misalnya: makh-luk.
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men.
Catatan:
a) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal. Misalnya: ikh-las.
b) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir baris. Misalnya: setia → se-ti-a.
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: bu-ah.
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal. Misalnya: pan-dai.
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Misalnya: mu-sya-wa-rah.
d. Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Misalnya: makh-luk.
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: in-stru-men.
Catatan:
a) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal. Misalnya: ikh-las.
b) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir baris. Misalnya: setia → se-ti-a.
2) Pemenggalan
kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan
imbuhan atau partikel itu. Misalnya: me-rasa-kan
Catatan:
a) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: me-ma-kai.
b) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris.
c) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: ge-lem-bung
d) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.
Catatan:
a) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: me-ma-kai.
b) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris.
c) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar. Misalnya: ge-lem-bung
d) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.
3) Jika
sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur
itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. Misalnya:
intro-speksi, in-tro-spek-si.
4) Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.
4) Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.
F. Kata
Depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya: Di mana dia sekarang?
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya: Di mana dia sekarang?
G. Partikel
1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Siapakah gerangan dia?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
3) Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Siapakah gerangan dia?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
3) Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
H. Singkatan
dan Akronim
Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
H. Hamid Haji Hamid
M.Si. magister sains
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat
3) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: kpd. Kepada
4) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya: dll. dan lain lain
5) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya: a.n. atas nama
Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
H. Hamid Haji Hamid
M.Si. magister sains
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat
3) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: kpd. Kepada
4) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya: dll. dan lain lain
5) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya: a.n. atas nama
Akronim
ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya: LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2) Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: Bulog Badan Urusan Logistik
3) Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya: iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
a. Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
b. Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya: LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2) Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: Bulog Badan Urusan Logistik
3) Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya: iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
a. Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
b. Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
I. Angka
dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
1) Bilangan
dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam
perincian atau paparan.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
2) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3) Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
4) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya: 0,5 sentimeter tahun 1928
Catatan:
a. Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
b. Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
2) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3) Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
4) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya: 0,5 sentimeter tahun 1928
Catatan:
a. Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
b. Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5) Angka
digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
Misalnya: Hotel Mahameru, Kamar 169
6) Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 2527.
7) Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Ø Bilangan utuh
Misalnya: dua belas (12)
Ø Bilangan pecahan
Misalnya: setengah (1/2)
Catatan:
a) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
b) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya: Hotel Mahameru, Kamar 169
6) Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 2527.
7) Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Ø Bilangan utuh
Misalnya: dua belas (12)
Ø Bilangan pecahan
Misalnya: setengah (1/2)
Catatan:
a) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan pecahan.
b) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
J. Kata
Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya: KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku.
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya: KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku.
IV. PENULISAN
UNSUR SERAPAN
Adaptasi
unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh: reshuffle, exit, open, syarat dan lain-lain
unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh: reshuffle, exit, open, syarat dan lain-lain
Adopsi
unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisan disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Contoh: octaaf (Belanda) = oktaf
haemoglobin = hemaglobin
unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisan disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Contoh: octaaf (Belanda) = oktaf
haemoglobin = hemaglobin
V. PEMAKAIAN TANDA
BACA
A. Tanda
Titik (.)
1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Biarlah mereka duduk di sana.
Catatan: Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. Misalnya: Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
III. Departemen Pendidikan Nasional
A.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
5) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya: Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Catatan:
a) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
b) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
c) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
d) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut:
Rp200.250,75 $ 50,000.50
8.750 m 8,750 m
7) Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan.
1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Biarlah mereka duduk di sana.
Catatan: Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. Misalnya: Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
III. Departemen Pendidikan Nasional
A.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1.Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
5) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya: Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Catatan:
a) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
b) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
c) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
d) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan sebagai berikut:
Rp200.250,75 $ 50,000.50
8.750 m 8,750 m
7) Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan.
B. Tanda
Koma (,)
1) Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dankecuali. Misalnya: Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau ada undangan, saya akan datang.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya akan datang kalau ada undangan.
4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
7) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
8) Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9) Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
10) Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya: Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
11) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: Siti Aminah, S.E., M.M.
12) Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: Rp750,00
13) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
14) Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
1) Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dankecuali. Misalnya: Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau ada undangan, saya akan datang.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: Saya akan datang kalau ada undangan.
4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
7) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
8) Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9) Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
10) Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya: Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
11) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: Siti Aminah, S.E., M.M.
12) Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: Rp750,00
13) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
14) Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
C. Tanda Titik Koma (;)
1) Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya: Hari sudah malam; anak anak masih membaca buku buku yang baru dibeli ayahnya.
2) Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. Misalnya:
Syarat syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
ü berkewarganegaraan Indonesia;
ü berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya;
3) Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung. Misalnya: Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan jeruk.
D. Tanda
Titik Dua (:)
1) Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: Ketua : Ahmad Wijaya
3) Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya: Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
4) Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
1) Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya: Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: Ketua : Ahmad Wijaya
3) Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya: Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
4) Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
E. Tanda
Hubung (-)
1) Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya: Di samping cara lama diterapkan juga ca-ra baru ....
2) Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris.
Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.
3) Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
4) Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
6) Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
· se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
· ke- dengan angka,
· angka dengan -an,
· kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
· kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
· gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya: se-Indonesia
7) Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: pen-tackle-an
1) Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya: Di samping cara lama diterapkan juga ca-ra baru ....
2) Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris.
Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.
3) Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak
4) Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a
5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
6) Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
· se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
· ke- dengan angka,
· angka dengan -an,
· kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
· kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
· gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya: se-Indonesia
7) Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: pen-tackle-an
F. Tanda
Pisah (–)
1) Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya: Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan.
2) Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya: Tahun 1928–2008
Catatan:
a) Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir kalimat. Misalnya: Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
b) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
1) Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya: Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan.
2) Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya: Tahun 1928–2008
Catatan:
a) Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir kalimat. Misalnya: Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
b) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda
Tanya (?)
1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan dia berangkat?
2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan dia berangkat?
2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
H. Tanda
Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah indahnya taman laut ini!
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah indahnya taman laut ini!
I. Tanda
Elipsis (...)
1) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
2) Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
a) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
b) Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai akhir kalimat.
c) Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....
1) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
2) Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
a) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
b) Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai akhir kalimat.
c) Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....
J. Tanda
Petik (" ")
1) Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
2) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3) Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Catatan:
a) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata dia, "Saya juga minta satu."
b) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
c) Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
d) Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar.
1) Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
2) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
3) Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Catatan:
a) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata dia, "Saya juga minta satu."
b) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
c) Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
d) Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar.
K. Tanda
Petik Tunggal (' ')
1) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Misalnya: Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring kring' tadi?"
2) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai
3) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya: feed-back 'balikan'
1) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Misalnya: Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring kring' tadi?"
2) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai
3) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya: feed-back 'balikan'
L. Tanda
Kurung (( ))
1) Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Catatan:
Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
Misalnya:Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.
2) Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
3) Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
4) Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah. Misalnya: Kemarin kakak saya membeli 1. buku,
2. pensil, dan
3. tas sekolah.
1) Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Catatan:
Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
Misalnya:Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.
2) Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
3) Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
4) Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah. Misalnya: Kemarin kakak saya membeli 1. buku,
2. pensil, dan
3. tas sekolah.
M. Tanda
Kurung Siku ([ ])
1) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia jatuh pada hari Selasa.
2) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
1) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia jatuh pada hari Selasa.
2) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
N. Tanda
Garis Miring (/)
1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
Misalnya: No. 7/PK/2008
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2008/2009
1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
Misalnya: No. 7/PK/2008
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2008/2009
2) Tanda
garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'
Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.
Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.
O. Tanda
Penyingkat atau Apostrof (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan = bukan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '08 ('08 = 1988)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan = bukan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '08 ('08 = 1988)
Daftar
Pustaka: